Puisi ke 127
Saat terjaga..
kuperhatikan sekujur tubuh..
kukecup bibirku yang berdarah. Kemudian dengan lunglai kubersimpuh pada kepala yang tak lagi bergeming. kuberkata pada jasad, seberapa banyak pemberian Tuhan ini telah terisi dengan ilmu pengetahuan. Lalu kuraba jantungku yang tidak lagi berdetak dengan tangan yang gemetar. seberapa banyakkah kebencian dan dengki telah tumbuh di sana? Seberapa banyak murka yang telah kau tumpahkan untuk mengotori kesucian dan kemanusiaan?
Oh.. Akankah air mata ini mampu menyapu semua hitam itu?
Rohku kemudian beranjak dan berdiri dengan mata sayu dan menatap kedepan dengan penuh keputusasaan.
Kudengar gemericik air yang terus mengalir lirih. Kurasakan dingin yang ingin membekukan segalanya. Angin kini menjadi sahabat. Aku datang sendiri dan akan pergi sendiri. Melewati desa-desa, kota,pegunungan dan benua. Lima bidadari mengajakku pergi. Tangan-tangan lembut mereka ingin memandu rohku. Sekali lagi kulihat kebelakang. kutatap tubuh pucat yang telah terkapar. Saat kembali, kulihat arah tuju, dengan cepat bara neraka menyapa dengan beringas!
Saat terjaga..
kuperhatikan sekujur tubuh..
kukecup bibirku yang berdarah. Kemudian dengan lunglai kubersimpuh pada kepala yang tak lagi bergeming. kuberkata pada jasad, seberapa banyak pemberian Tuhan ini telah terisi dengan ilmu pengetahuan. Lalu kuraba jantungku yang tidak lagi berdetak dengan tangan yang gemetar. seberapa banyakkah kebencian dan dengki telah tumbuh di sana? Seberapa banyak murka yang telah kau tumpahkan untuk mengotori kesucian dan kemanusiaan?
Oh.. Akankah air mata ini mampu menyapu semua hitam itu?
Rohku kemudian beranjak dan berdiri dengan mata sayu dan menatap kedepan dengan penuh keputusasaan.
Kudengar gemericik air yang terus mengalir lirih. Kurasakan dingin yang ingin membekukan segalanya. Angin kini menjadi sahabat. Aku datang sendiri dan akan pergi sendiri. Melewati desa-desa, kota,pegunungan dan benua. Lima bidadari mengajakku pergi. Tangan-tangan lembut mereka ingin memandu rohku. Sekali lagi kulihat kebelakang. kutatap tubuh pucat yang telah terkapar. Saat kembali, kulihat arah tuju, dengan cepat bara neraka menyapa dengan beringas!