SAYA senang nonton film India. Hidung artisnya mancung-macung. Pembaca lihat saja Salman Khan, Kareena Kapoor, dan kawan-kawan. Kalau minum kopi, hidung mereka masuk ke dalam gelas. Saya membayangkan waktu mereka sedang flu. Terus ingus meleleh ke dalam kopi. Aih, sedap betul!
Tapi ada juga yang hidungnya mancung dan tidak pernah main film. Pembaca pasti kenal. Namanya Mahatma Gandhi. Kalau ingat kakek berkacamata itu, saya selalu ingat binatang. Ada kata-katanya yang menurut saya berlebihan. Coba Pembaca simak baik-baik. Gandhi bilang begini:
“Kebesaran moral sebuah bangsa dilihat dari cara mereka memperlakukan binatang.”
Kan berlebihan itu, Pembaca? Di tempat kita mana ada begitu! Jangankan binatang, terhadap manusia saja asal-asalan. Dulu ada seorang ibu terpaksa jadi janda. Padahal suaminya cuma penyadap karet. Tapi sudah ditembak gara-gara dikira pemberontak. Yang sadap presiden saja tidak diapa-apain, kok yang sadap karet malah ditembak. Kan nggak lucu!
Terus, kemarin saya baca berita (di sini dan di sini). Lima anak SMA dipukul anggota TNI di Sabang. Mereka atlit surfing. Konon mau memancing tapi lupa minta izin. Pukulannya tidak tanggung-tanggung, Pembaca. Katanya memar dan harus masuk rumah sakit.
Kenapa bisa begitu? Padahal dulu di SD ibu guru mengajari kita, yang muda kita sayangi, yang tua kita hormati. Kan tidak diajari yang muda kita hajar kalau yang tak tua tak dihormati. Itu pepatah di sekolah dasar, Pembaca. Semua yang pernah bersekolah juga tahu. Kalau Pembaca tidak tahu, sudah cukup di sini saja membacanya.
Nah, itu terjadi di Sabang. Jangan-jangan di Merauke juga begitu. Coba Pembaca bayangkan kalau seandainya dari Sabang sampai Merauke pukul-memukul mewarnai pulau-pulau. Kan kasihan ambulan? Capek meraung terus, bolak-balik ke rumah sakit.
Jika sedikit-sedikit sudah main pukul, saya bisa bosan jadi Indonesia, Pembaca. Sudah cari kerja susah, koruptor banyak, kena pukul lagi. Kalau memang Mahatma Gandhi serius dengan kata-katanya, lebih baik saya jadi India saja. Toh, hidung saya juga mancung. Mirip-miriplah sama Hritik Roshan.
2 comments
hahahahaha... coba penulis cari tahu kenapa ada kata binatang disitu? saya seperti membaca salah satu jenis penyakit yang tidak boleh mengkonsumsi daging binatang...
Blog Walking
artpoe studio
ka di koeh can cupo dih
Posting Komentar