Rasa takut itu umpama melihat maop: besar, gelap, bermata merah, bertaring dan menjerat. Itu dirasakan oleh putraku pada suatu magrib. Keringat membaluri keningnya.
"Ayah, aku takut"
"Takut kenapa?"
"Bagaimana kalau suatu saat nanti aku diklaim jadi ... ?"
Aku tergeragap. Tak pernah kubayangkan. Sejak mendengar itu aku kerap melihat maop dalam mimpi dan sesekali merasakannya seolah duduk menyeringai di sampingku. Ia berbulu lebat dan tangannya panjang betul.
Tak ingin digelayuti perasaan resah, aku dan putraku mulai keluar rumah mencari hiburan. Kami pulang ketika mata mulai layu. Lalu kami terlelap. Dalam lelap, tanpa kami sadari, tangan maop itu ternyata meraba-raba bunga di halaman rumah bahkan sesekali mengambil perabotan dalam rumah kami secara diam-diam.
"Ayah, aku takut"
"Takut kenapa?"
"Bagaimana kalau suatu saat nanti aku diklaim jadi ... ?"
Aku tergeragap. Tak pernah kubayangkan. Sejak mendengar itu aku kerap melihat maop dalam mimpi dan sesekali merasakannya seolah duduk menyeringai di sampingku. Ia berbulu lebat dan tangannya panjang betul.
Tak ingin digelayuti perasaan resah, aku dan putraku mulai keluar rumah mencari hiburan. Kami pulang ketika mata mulai layu. Lalu kami terlelap. Dalam lelap, tanpa kami sadari, tangan maop itu ternyata meraba-raba bunga di halaman rumah bahkan sesekali mengambil perabotan dalam rumah kami secara diam-diam.