“Alhamdulillah,
Polem. Mereka lulus semua!”
“Lulus
apa?”
“Lulus
UN, Polem. Ujian Nasional. Bahkan ada dua siswa yang betul seratus persen”
“Kalau aku kepala sekolah, aku malu!”
“Ah,
Polem ini tak syukur nikmat”
“Terserah
kau mau bilang apa! Keadaan ini terbalik. Kenyataan adalah keterpura-puraan
yang ditambal di atas keterpura-puraan yang lain.”
“Maksud
Polem?”
“Prestasi
menjadi berharga karena untuk mencapainya sulit. Prestasi yang mudah dicapai
bukanlah prestasi. Lulus 99% bukan kabar baik, itu kabar buruk. Karena 99% itu
bukan siswa. Di sana ada hantu-hantu. Aku menyebutkan hantu-hantu karena di sana
tidak hanya ada satu hantu.”
“Hantu?”
“Iya,
betul. Hantu. Untuk Fisika ada satu hantu. Untuk Bahasa Inggris ada satu hantu.
Untuk Matematika ada satu hantu. Dan untuk Bahasa Indonesia juga ada satu
hantu. Tanpa bantuan hantu-hantu itu, Muhammad Nuh sekali pun tak bakal lulus
UN. UJIAN NENEK NASIONAL pun tak bakal lulus dia!”
“Polem
ini ada-ada saja”
“Untuk
tahu sekolah di tempat kita jujur atau tidak, tinggal lihat angka kelulusan UN.
Kalau siswa lulus 100 %, berarti di sekolah itu banyak hantunya. Kalau yang lulus cuma
9%, kepala sekolah itu seorang yang jujur.
“Tapi
itu kan pendapat, Polem. Kan tidak semuanya.”
“Iya.
Ini pendapat saya. Semuanya atau bukan semuanya itu bukan urusan saya. Itu
urusan logika anda.”
Sumber Gambar: http://kartunmartono.wordpress.com/2010/01/09/ujian-nasional-2/