HAL yang saya kagumi dari Polem adalah kebiasaannya bertanya. Tidak seperti saya, kalau tidak tahu ya diam saja biar tak kelihatan dungu. Dia orang kampung saya.
Tapi ada juga yang tidak saya senangi darinya. Polem suka memberi kesimpulan aneh dari pertanyaan-pertanyaannya itu. Kemarin saja misalnya. Saya ajak dia ke Banda Aceh. Di luar dugaan saya, Polem sontak takjub.
"Mobil ini bagus-bagus semua! Ini berapa harganya ni?" Saya langsung menepuk jidat sendiri. "Ini tidak dijual, Polem. Ini mobil punya mahasiswa."
"Ini kampus? Universitas? Bukannya showroom?" Polem melongo dan mengedipkan mata beberapa kali. "Aduh, Polem jangan gede-gede suara. Malu didengar orang. Ini bukan showroom. Ini universitas."
"Beda universitas dengan showroom apa?" Tanya Polem lagi. Saya menghela nafas. "Coba Polem tebak! Kira-kira perbedaannya apa?" Polem memutar bola mata ke atas dan mengetuk-ngetuk bibirnya dengan telunjuk. Ia mulai berpikir.
"Saya tahu..! saya tahu..! Kalau showroom, tempat pamer mobil untuk dijual. Kalau universitas, tempat pamer mobil tapi mobilnya nggak dijual" Polem tertawa menang. "Betul kan?"
"Hmm... ada benarnya juga sih. Tapi jangan gede-gede suara Polem. Kalau kedengaran, mereka bisa tersinggung. Tapi yang jelas mereka memang orang-orang berkelas, Polem. Anak orang kaya semua."
"Orang berkelas itu bukannya orang yang mampu menghasilkan sesuatu? Kami tiap tahun menghasilkan padi, menanam tomat, semangka, ada juga yang jahit baju, bikin tampi, bikin rumah. Kami produktif. Kalau mereka, apa yang mereka hasilkan?" Polem tampak penasaran. Mulutnya terbuka.
"Hmm... hmm... Tidak ada sih. Tapi pokoknya mereka berkelas, Polem. Mereka punya mobil, berbaju necis, berpenampilan borjuis. Nggak kayak Polem. Baju ketinggalan zaman, rambut kribo, naik sepeda butut, tinggal di kampung, pergi ke sawah."
"Oh, berkelas itu kalau bisa pamer mobil, berbaju necis, penampilan gaul, bicara bahasa kota, begitu definisi dari 'berkelas' ?"
"Iya, Polem"
"Masa definisi 'berkelas' bagi orang-orang universitas begitu?"
"Polem ini memang banyak kali tanya!"
"Kita justru harus banyak tanya, biar banyak tahu!"
"Tapi diam itu emas, Polem."
"Siapa bilang! Diam itu taik."
Pembaca, saya jadi tambah kesal saja ini. Seperti saya katakan di awal, Polem memang suka memberi kesimpulan-kesimpulan aneh. Sore itu dia langsung minta pulang kampung. Katanya, orang-orang di kampung lebih berkelas. []
Sumber gambar: http://www.4shared.com/photo/wIKd0qQX/kartun_abah_2.html
4 comments
Hahahahaaaaaa, ternyata kita masih kalah sama polem
hahaha.....hana lawan nyan mas bro....
polem yang satu ini memang luarrr binasa.......
nice... sebuah introspeksi bagi orang berkelas ataupun mau naik kelas.....hahaha
hahaha poolem treet
Blog JejakLakon
Posting Komentar