Anjrit! Kalau kata orang Jakarta. Bah! Kata orang Batak. Dua kata ini cukuplah untuk mewakili kekesalan yang terlalu keras untuk di rasakan. Sesuatu yang seharusnya tidak pernah ada. Bah! Ia datang lagi. Perlahan mengendap-endap dengan mata tajam ibarat pencuri. Gelagat yang penuh kepaspadaan dan juga kekhawatiran. Khawatir tertangkap, khawatir gagal, dan khawatir target operasi yang berjaya, bukan dirinya. Tapi, pagi ini dialah yang telah tertawa melihat keberhasilannya itu.
Hal yang sama terulang lagi. Aku yang gagal. Matahari telah meninggi setinggi galah. Dan aku baru membuka mata pertama kali untuk hari ini. Subuhku kemana? Iblis itu sungguh celaka dan bedebah. Subuhku hilang. Tadi ia datang lagi dan mengikat tubuhku dengan godaannya yang menghanyutkan sekaligus mematikan. Aku jadi teringat seorang pesohor tempo dulu di Perancis. Aku lupa namanya siapa. Kata-katanya begini, “aku bisa menahan apa pun kecuali godaan”. Aku kalah, makhluk itu datang lagi dan menggoda lagi. Ia mencoba menekan tombol otomatis pada jiwaku agar besok bangun telat dan tidak disiplin lagi; supaya sifat itu mengeras dan membentuk kebiasaan hingga membatu.
Anjrit! Aku tak ingin melakukannya lagi. Aku ingin bikin skripsi, sesuatu yang sama sekali tidak menyenangkan itu. Meski suka menulis, tapi kalau skripsi, selera menulisku bisa tumbang tiba-tiba. Bukan karena tidak bisa. Terlalu gengsi untuk kukatakan tidak bisa. Hanya saja, aku bosan. Dicoret lagi, tulis lagi, coret lagi, begitulah seterusnya. Seperti itulah siklusnya berputar-putar sehingga membentuk bola kekecewaan besar yang siap menggelinding dan menghancurkan masa depan, mungkin.
Kau tahu? Seperti kata orang, “Manusia berencana, Tuhan tertawa”, sudah terlalu sering aku berencana. Rencana bangun lebih awal, rencana memelihara ikan lele, rencana mengajar, dan yang paling menyesakkan, rencana bikin skripsi yang sudah ratusan kali tak pernah berjalan. Ah skripsi, kau terlalu buas untuk dijinakkan. Bukan karena aku takut, tapi karena kau memuakkan. Bagaimana Tuhan akan menentukan jika tidak pernah bertindak begini.
Semalam ibuku menelpon, sudah sampai di mana skripsimu Nak? Aku terkejut dan mulai memutar kembali jurus lamaku, berbohong. Hampir selesai Mak. Sedikit lagi.
Skripsi oh skripsi, kamu sungguh tidak menyenangkan! Kalau begini, jadi teringat sama lagu Iwan Fals, Cemburu pada ombak yang selalu bergerak!
2 comments
hehe,
saat ini skripsi mungkin adalah buah mengkudu, yang rasanya tidak manis dan baunya tidak sedap.
Tapi jika dikunyah, maka beberapa penyakit nista akan lenyap seketika.
Sabar bro!
Ingat, tugas penulis adalah menulis,
dihapus lagi, tulis lagi!
dicoret lagi, gores lagi!
Hahaha... Skripshit itu ! hoho...
Posting Komentar