-------

Jumat, 28 Desember 2012

Karya Indah

Tak perlulah bersusah memikirkan sesuatu yang indah. Seringkali keindahan itu lahir dari spontanitas yang dituangkan dengan sebuah kejujuran. Tanpa membesar-membesarkan, tanpa mempersolek. Kadangkala melebih-lebihkan sesuatu itu justru memberi dampak yang tidak indah. Dengarlah bunyi-bunyi di sekitar, resapi perjalanan waktu dari detik ke detik. Berpikirlah di luar kotak. Di luar pikiran kebanyakan orang. Ada banyak partikel-partikel kehidupan yang harus kita tangkap, kita genggam dengan pikiran, lalu dengan jiwa seni, muntahkan ia hingga melahirkan sebuah karya. 

Melakukan sesuatu dengan mengabaikan kejujuran atau dengan niat untuk mendapat pujian dan dipandang hebat, justru awal dari keburukan. Banyak sekali orang-orang yang pada dasarnya memiliki bakat atau kemampuan justru dipandang rendah karena terlalu memfokuskan diri pada niat yang tidak benar. Keindahan sebuah karya sering tidak bisa diatur, ia datang dengan sendirinya dalam bentuk inspirasi. Tangkap dan olah. Begitu.

Rabu, 19 Desember 2012

Kusadari ketidakmampuanku dalam menulis dikarenakan ketidakberanian untuk keluar dari perangkap diri. Ketakutan-ketakutan mengurung diri kita dalam sebuah ruang pengap di satu sudut dalam diri. Sulit sekali untuk keluar dari penjara ini. Harus siap melakukan hal-hal remeh atau menerima cibiran-cibiran. Tidak mudah. Ah...

Beku

Seandai bisa, aku ingin mengoyakkan kepala dan hati ini. Untuk mengeluarkan mutiara-mutiara kecil yang terbenam dalam sampah yang kian menggumpal di sana. Setelah itu  meletakkannya di atas meja di sebuah taman. Lalu aku menghabiskan waktu melihat orang-orang terpesona memandang. Tapi pikiran ini terlalu keras seperti kerasnya tulang tengkorak. Aku harus mengambil pahat dan memahatnya pelan-pelan agar benda berharga itu bisa keluar. Dan itu tentu sakit sekali. Jika tak ingin sakit, jangan berharap bisa mengambil mutiara-mutiara itu. Pikiranku ini seperti lautan yang di dasarnya ada mutiara-mutiara. Semua pikiran manusia sehat kupikir sama. Kita harus menarik nafas dalam-dalam lalu memasang keberanian. Kemudian siap menyelam hingga kedalaman yang tak terhitung jaraknya.[]

Selasa, 11 Desember 2012

"Jabarkan kesedihan Anda dan hasrat dalam hidup Anda. Jabarkan pikiran yang melintas di kepala Anda dan apa-apa saja yang menurut Anda indah. Jabarkan semua itu dengan penuh kasih sayang, dengan kesungguhan, dengan ketulusan dan kerendahan hati—dan selalu gunakan hal-hal yang ada di sekeliling Anda untuk berekspresi dalam tulisan. Gunakan imaji-imaji dari mimpi Anda, serta obyek-obyek dari memori Anda."

Rainer Maria Rilke

Pengakuan


Saya harus telanjang
Menanggalkan baju kesombongan 
Melepas celana ketakutan  

Saya telah memakainya bertahun
Kini waktu mengingatkan 
Agar saya bisa bernyanyi bersama alam

Mendengar nyanyian burung
Membidik hikmah pada ranting jatuh 
Menemukan saripati hidup yang berserakan di tanah.

Saya harus menemukan bagian paling inti dari diri
Mendengar bisikan alam, khidmat
Saya merasa dengan cara itu saya bahagia.

Ikhlas

Hari ini melelahkan. Jarang sekali saya bangun pagi kemudian bekerja. Biasanya selalu ada waktu untuk bersantai atau bahkan kembali merebahkan badan di tempat tidur. Kadang di saat bersamaan saya menyadari bahwa kewajiban yang ada lebih banyak daripada waktu yang tersedia. Itu kata yang saya dapat dari teman. Katanya itu kutipan dari Hasan Al-Banna. Yang jelas itu memang benar. 

Tadi pagi dingin sekali. Beda dari biasanya. Saya disuruh ibu mengantar sebuah dokumen ke Tiro. Kata-kata ibu adalah perintah buat saya. Kalau tidak, saya harus menyiapkan kapas dan menyumpal dalam telinga karena ibu saya akan merepet sejadi-jadinya. Dua hari ini saya memang sengaja pulang kampung untuk membantu ibu yang sendirian mengurus sawah. Jadi sepulang mengantar dokumen itu ke rumah teman ibu, saya harus pergi ke sawah. Waktu kami berangkat, belum ramai orang di sawah. Setelah memarkir sepeda motor di jalan, kami berjalan melewati pematang karena sawah kami terletak agak di tengah. Saya disuruh ibu meratakan tanah mumpung air masih banyak menggenang karena semalam hujan lebat. 

Saya mengambil perata tanah yang terbuat dari kayu mirip cangkul dan mulai meratakannya perlahan. Sementara ibu saya memakai cangkul. Untung hanya sepetak tanah. Jadi tidak sampai membuat saya menyerah. Walau pun begitu, lelahnya bukan main. Di awal-awal memang terasa enteng tapi lama kelamaan terasa pegal. Tapi saya mengatur attitude saya sebaik mungkin kali ini. Saya berniat membantu ibu. Saya tidak akan minta pulang atau berhenti sebelum disuruh. Sedikit demi sedikit saya mencoba memunculkan sikap ikhlas dalam hati. Hasilnya luar biasa, saya bisa menyelesaikan pekerjaan itu dengan sempurna. Tidak hanya itu, ada kepuasan yang muncul dari kedalaman jiwa saya. Pesan moralnya adalah, kita memproduksi energi positif ketika kita mencoba ikhlas. Semoga bisa selalu ikhlas dalam apa pun. Amiin.

Senin, 03 Desember 2012

Berpikir

Rene Descartes bilang, Cogito Ergo Sum artinya Aku berpikir maka aku ada. Selaku insan yang dikaruniai akal sepantasnyalah kita berpikir. Tentunya berpikir mengenai hal-hal yang bisa membawa hasil dan manfaat kepada diri sendiri dan orang lain. Misalnya berpikir tentang solusi dari suatu permasalahan, memikirkan ide untuk kemajuan, dan berpikir untuk membantu orang lain. 

Saya pernah membaca sebuah buku karangan Ismah Gusmian berjudul Surat Cinta Untuk Al-Ghazali. Disana dibilang bahwa setiap kita seharusnya tidak berpikir saja tapi juga berbuat. Aku berpikir, aku berbuat maka aku ada. Itu lebih komplit dan sempurna. Tapi kapankah terakhir kita mempraktikkan itu? Arus waktu selalu dipenuhi oleh hiburan-hiburan dan ajakan-ajakan yang membuat kita kehilangan prioritas. 

Beberapa waktu terakhir saya sudah menjadikan menulis sebagai prioritas. Saya berharap mampu membagikan sedikit kebaikan melalui tulisan-tulisan saya yang masih terlihat begitu miskin. Artinya, jam terbang saya masih terlalu rendah sehingga masih terasa kekakuan ketika membacanya. Saya telat sekali memulainya. Padahal sudah lama saya menyukai dunia ini. Permainan-permainan dan hiburan membuat saya lalai. 

Selama ini pun saya kerap dihantui stress saat memikirkan tema atau ide sebuah cerita. Stress itu bisa sedikit terobati ketika ada tulisan yang dimuat di koran. Kalau tidak salah saya ini dikarenakan hormon endorfin yang menimbulkan rasa puas dan senang pada seseorang setelah berhasil mengerjakan sesuatu. 

Karena saya ingin konsisten, dimuat sekali atau dua kali bukan berarti selesai dengan dunia kata ini. Ini ibarat menjadi tukang bangunan, setelah selesai satu rumah kita harus segera membangun rumah lain. Akibatnya rasa stress itu tidak akan pernah usai tapi bisa terobati selama sejenak. 

Kalau bicara tentang ide sebenarnya banyak. Saya sering mendapat ide dari krisis. Orang bijak berkata bahwa dibalik krisis mengandung peluang. Ada banyak krisis terjadi di sekitar misalnya krisis sosial seperti korupsi, kolusi, nepotisme, tawuran, dan tindakan amoral lainnya. Dari sini bisa muncul banyak cerita. Saya suka ide yang muncul dari krisis-krisis seperti ini tapi masalahnya adalah ketidakmampuan membungkusnya ke dalam sebuah karya sastra sehingga pesan tersampaikan dengan baik. 

Karena itu saya harus memikirkan caranya dan ini sangat melelahkan. Bagi saya menulis sebuah karya sastra semisal prosa ratusan kali lebih sulit dari pada menulis ilmiah semisal opini atau essay. Karena itu berpikir, berproses, dan berlatih menjadi keharusan. Saya harus mempertinggi jam terbang dan semoga bisa konsisten. Amiin.[]

Sabtu, 01 Desember 2012

Buku Hadis Maja

Setelah sekian lama tak beli buku, akhirnya tadi berhasil juga merogoh saku untuk sebuah buku yang sudah lama saya tunggu-tunggu. Kebetulan hari ini tanggal muda, jadi saya ikhlas membeli sebuah buku Hadis Maja berisi filosofi hidup orang Aceh yang ditulis dalam bentuk pantun dan bersajak. Menurut saya buku ini penting untuk dibaca atau dijadikan warisan untuk anak cucu mengingat nilai-nilai kebijaksanaan berupa petuah orang-orang terdahulu semakin langka kita dengar. Padahal dibalik nasihat-nasihat itu tersimpan kebenaran yang seharusnya kita patuhi agar dapat menjalani hidup dengan bijak. 

Buku itu ditulis oleh seorang wartawan yang bisa dikatakan senior yaitu Iskandar Norman. Saya beli dengan harga 35 ribu di Taman sari pada acara Piasan Seni. Tujuan lain saya membeli buku ini adalah sebagai bahan atau ramuan yang bisa saya bubuhi dalam tulisan saya ke media-media lokal di Aceh. Saya berharap dari buku setebal lebih kurang 1,5 Cm ini saya bisa menelurkan minimal sebuah tulisan. Semoga ini menjadi langkah lain saya untuk terus melahirkan tulisan. Akhirnya, selamat untuk diri saya sendiri telah mampu membeli buku baru yang juga isinya langka. Jika saya mampu menulis sebuah karya setelah membaca buku ini, saya berjanji akan mentraktir diri saya sepuas mungkin. Wassalam.