PEMBACA budiman, Pembaca tahu ini tanggal 4 Desember. Saya malas bicara tentang ini. Bukan karena ini ulang tahun Gerakan Aceh Merdeka, tapi tanggal ini beberapa hari terakhir mengingatkan saya pada sebuah pepatah lama. “Kalau bunuh ular, jangan di ekor. Bisa celaka”. Saya takut sekali pada ular. Hewan melata itu tak hanya menggigit, tapi berbisa, mematikan. Begitu juga kalau punya niat membunuh burung. Burung garuda misalnya. Jangan di ekor, pembaca harus ingat, ia punya paruh.
Tapi untuk apa bicara tentang bunuh-membunuh. Tidak baik, Pembaca. Kita kan diajarkan untuk saling menghargai dan menghormati. Contoh saja yang dilakukan oleh pemimpin kita di bulan agustus lalu. Meski dulu gontok-gontokan, apoh-apah, saling me-yatim-kan, berdarah-darah, juga sumpah serapah membenci garuda, toh mereka akhirnya berdiri dengan khusyu dan takzim menghormati sang saka. Saya terharu.
Tapi haru saya kemudian berubah rasa. Kalau kita umpamakan, ibarat memakan durian tapi berasa daun pepaya. Sudah saya bilang, saya malas bicara tentang ini. Karena saya akan teringat lagi pada perjumpaan dengan seorang teman lama. Saya mengenalnya sebagai seorang yang taat. Awalnya ia bekerja di toko bangunan. Tamat SMA. Tapi setelah beberapa tahun tak bertemu, saya melihatnya sumringah. Ia baru membeli simbol dan aksesoris untuk baju dinas. Anak muda itu diterima sebagai pegawai di sebuah institusi pemerintah. Yang membanggakan, ia diterima tanpa tes, tanpa perlu tetek bengek administrasi. Bukan sebab prestasi atau kontribusi, tapi karena pamannya yang dulu bergerilya kini jadi bupati. Saya jadi iri. Kenapa paman saya mau mencangkul di sawah. Maksudnya, kenapa tidak jadi bupati saja.
Saya juga malas bicara ini sebab bisa mengingatkan saya pada Pak Harto lagi. Kata nenek saya, zaman Soeharto kita tak boleh ngomong sembarangan. Bisa diculik bahkan dibunuh. Kan dulu pernah ada Operasi Petrus alias penembak misterius. Setiap orang yang dianggap berpotensi mengganggu sistem atau kekuasaan, akan dihabisi. Beberapa hari yang lalu saya membaca artikel hebat ditulis oleh Andre Vltchek. Katanya, In Indonesia, Suharto stepped down, but the system survived, it even hardened itself. Di Indonesia, Suharto memang sudah turun, tapi sistemnya masih terus berjalan, bahkan lebih kuat. Karena itu, Pembaca, kalau saya bicara tentang ini, saya masih berisiko digertak, diculik atau dibunuh meski niat saya hanya untuk mempertahankan akal sehat. Kan kita tahu cerita penembakan Cagee beberapa waktu lalu. Dia kan juga ditembak oleh penembak misterius. Saya curiga jangan-jangan itu gara-gara omongan yang mengganggu tidur tuan besar. Belum lagi cerita teman saya, ada kawannya diteror gara-gara menggagas demo.
Karena alasan-alasan itulah, Pembaca budiman, saya malas bicara tentang ini. Daripada-daripada, lebih baik saya diam saja.[]
0 comments
Posting Komentar