-------

Selasa, 18 Oktober 2011

Pagi

Pagi adalah gadis. Gadis cantik yang sedang tersenyum tulus dan manja. Maka berkatalah seorang pujangga dari timur, "Satu senyuman manis dari gadis cantik akan membuat kau menjadi pria paling bahagia di dunia". Orang-orang dulu pada lazimnya menjadikan bunga sebagai esensi yang cukup representatif dari seorang wanita cantik. Syair dan lagu-lagu kerap menggunakan bunga dalam hal penggambaran wanita. "wajahmu begitu elok hai bunga lili... cerah dengan cahaya dan embun yang menyelimutimu".

Namun pada kenyataannya pagi juga sama seperti gadis. Gadis elok yang menyejukkan. Bermula dari benang halus di ufuk timur pertanda permulaan hari, maka fajar pun datang ibarat seorang bayi. Di pagi hari, bayi ini tumbuh menjadi seorang gadis dan ketika siang berubah menjadi seorang ibu dan saat sore hari tiba, ia menjadi seorang nenek tua. 

Maka pagi adalah gadis cantik yang sering tidak kita hiraukan.
Senyumnya sering dibiarkan basi karena manusia lebih suka pada senyum palsu yang diciptakan iblis dalam mimpi-mimpinya dan dalam tubuh berbalut selimut. Tidur. Permulaan hari sering terabaikan padahal pada permulaan ini menjadi barometer yang akurat yang bisa mengukur sisi-sisi paling tersembunyi dalam diri manusia.

Pada suatu ketika saya mendapat tugas mengajar di salah satu sekolah unggul di Banda Aceh. Mayoritas siswa dan siswi di sana adalah orang yang cerdas dengan IQ yang saya perkirakan di atas rata-rata. Namun sisi lainnya adalah terdapat sebagian kecil di antara mereka yang selalu datang terlambat dengan berbagai macam alasan yang tampaknya sengaja dibuat-buat. Padahal ketika kita telisik lebih dalam, motif dasarnya  karena mereka bermasalah dengan "gadis", dengan permulaan hari. Mereka tidak mengajak diri untuk menjadi displin. Disiplin   atau tidaknya seseorang bisa diperhatikan dari cara dia memperlakukan hari, terutama sekali permulaan hari.

Selaku makhluk kita percaya akan adanya khalik, sang Pencipta yang telah menciptakan kita dan memberikan  kewajiban untuk menjalankan sebuah misi penting di dunia yang penuh ilusi ini. Dengan segala kebaikan Tuhan kita masih beraktifitas, anda masih bisa membaca tulisan ini, nafas kita masih ada dan oksigen masih diikat darah dan beredar dalam seluruh tubuh. Peganglah dada anda dan rasakan jantung yang masih berdetak. siapakah yang masih menjadikannya berdetak hingga detik ini? Berterimakasih tidaknya seorang manusia, bersyukur tidaknya ia, bisa dilihat dari cara dia memulai hari. Apakah ia memulainya dengan menjaga waktu untuk menyebutkan asmaNya atau sebaliknya membiarkan dirinya terus terlelap. Pada pagi hari terlihat pelanggaran pertama yang dilakukan manusia ataupun sebaliknya, permulaan hari sebagai permulaan  kebaikan. Maka tidak heran jika dalam sebuah hadits kalau tidak salah saya, dikatakan bahwa baik tidaknya seorang laki-laki bisa bisa dilihat dari shalat shubuhnya.

Hidup itu integral. Ketika seseorang berbuat baik kepada orang lain, maka orang lain akan berbuat baik kepadanya. Ketika manusia menyakiti alam seperti menebang hutan sembarangan dan lainnya, maka alam pun akan berbuat jahat kepada manusia dengan menurunkan laskar harimau dan gajah ataupun dengan banjir dan tanah longsor yang akan mengorbankan nyawa manusia itu sendiri. Begitu juga dengan hari, ketika manusia memperlakukan hari dengan baik, maka hari akan memberikannya putri yang cantik baik sekarang ataupun di masa depan. 




#Renungan diri

0 comments

Posting Komentar