Tulis apa saja boleh, yang penting jujur dan tidak bersembunyi di balik tulisan. Yang dimaksud bersembunyi di balik tulisan adalah menjadikan tulisan sebagai topeng agar si penulis terlihat suci, kritis, dan hebat. Tulisan yang ditulis dengan jujur itu bagus dan punya kekuatan. Berbeda dengan tulisan yang dibuat-buat dan dijadikan sebagai alat pencitraan.
Menulis itu memang sulit. Saya sendiri kerap menghadap wajah ke layar laptop dalam keadaan frustrasi dan stress. Rasanya seperti kambing yang sedang dikuliti hidup-hidup. Tapi apa boleh dikata, saya tetap harus setia dan bersabar, berharap suatu saat ide bisa mengalir rapi dalam tulisan sehingga nyaman untuk dibaca. Apa sedang saya lakukan saat ini adalah berproses untuk itu.
Memang benar seperti yang dikatakan oleh seseorang yang saya telah lupa namanya. Ia menyebutkan bahwa jika seseorang tidak menulis dengan keringat, maka pembaca pun tidak akan serius membacanya. Intinya, tulisan yang enak membutuhkan banyak keringat dan kesabaran. Kesabaran dan keringat itulah yang nanti membuat pembaca betah. Tapi jika tulisan ditulis seadanya saja, sekedar melepaskan uneg-uneg pribadi, maka nilainya kurang.
Untuk menjadi seorang penulis memang ada harga yang harus dibayar. Sekilas pekerjaan ini terlihat mudah dan tidak mengeluarkan keringat. Tapi, ketika sudah mempraktikkannya, maka proses penuangan ide ke dalam tulisan ini ibarat bekerja sebagai buruh yang mengangkat sebuah batu informasi kemudian mengolahnya dan menggubahnya menjadi bentuk tertentu yang indah dan disukai.
Menjalani profesi menulis juga seperti menjadi seorang messenger, pembawa pesan. Pekerjaan pertama yang tidak mudah adalah memanfaatkan semua indra terutama telinga dan mata semaksimal mungkin. Dengan kedua itu kita harus merekam segala yang terjadi di sekitar atau apa yang kita baca dan simpulkan dari sebuah literature. Belum lagi jika membahas tentang creative writing seperti menulis karya sastra seperti cerpen, novel, atau lainnya. Untuk yang satu ini, perlu kiranya menyimak keluh-kesah orang-orang di sekitar. Dari semua peristiwa dan dinamika, kita mengambil intisari dan menyampaikannya kepada pembaca. Semakin bermakna dan sederhana sebuah tulisan, semakin pantas pula penulisnya dihargai.
Saya sudah lama ingin menjadi penulis dan saya mendapati bahwa saya harus banyak mengeluarkan keringat seperti membaca banyak buku untuk menambah wawasan dan pengetahuan juga mempelajari teknik menulis. Misalnya melihat bagaimana seorang penulis yang sudah sukses membuka sebuah paragraf atau sebuah cerita. Bagaimana mereka menciptakan konflik dan lain sebagainya.
Selama ini saya sudah mempraktikkan itu. Dari belajar ini saya menemukan betapa besarnya perjuangan yang dilakukan oleh para penulis cerita sehingga mereka berhasil merobohkan mental block atau writer block. Sebuah keadaan bersifat psikologis yang menghambat seseorang untuk menumpahkan semua ide dan perasaannya. Bisa jadi karena malu, takut, tidak percaya diri dan lain sebagainya. Tulisan yang buruk memang adalah fase utama yang harus dilalui sebelum mampu menulis dengan baik. Saya rasa penulis professional sekali pun, ketika pertama kali dia menulis, tulisannya juga buruk. Bisa jadi dia akan malu membaca itu kembali. Tulisan yang bagus hanya bisa lahir setelah melalui proses yang panjang tanpa kenal lelah dan tanpa ‘malu’.
Merasa malu adalah permasalahan yang kerap saya alami. Saya memiliki banyak sekali tulisan jelek yang saya simpan dan tidak pernah saya publikasikan. Selain itu tidak memberi nilai manfaat yang banyak, saya juga merasa malu untuk membiarkannya dibaca oleh para pembaca. Sebenarnya pula, ada banyak tulisan yang tewas di benak dan perasaan saya karena tidak pernah menuliskannya. Sekali lagi karena alasan malu, takut dianggap jelek, dan tidak memberi manfaat atau bahkan bisa takut risiko.
Tapi akhirnya, untuk bisa menulis, saya harus memutuskan untuk berusaha dan mengorbankan apa yang harus saya korbankan seperti waktu dan energi atau bahkan uang (untuk membeli buku). Dan yang terpenting membongkar mental-block saya dengan terus menumpahkan isi perasaan dan ide tanpa merasa malu. Sekali lagi, saya harus memegang prinsip, “tulis apa saja boleh, yang penting jujur dan apa adanya”.
0 comments
Posting Komentar