Kata ulang tahun semakin akrab di telinga saya sekira enam tahun yang lalu. Yaitu ketika masa SMA. Sekolah saya dulu adalah sebuah boarding school yang tidak begitu jauh dari kota Banda Aceh. Siswa-siswanya datang dari berbagai daerah. Sebagian mereka dari desa dan sebagian lain dari kota. Saya sendiri adalah anak kampung. Dan di kampung-kampung di Aceh, setahu saya, perayaan ulang tahun itu bukanlah suatu lazim dilakukan. Saya pertama kali mendengar istilah ini saat menonton film atau sinetron semasa kecil dulu. Ketika televisi hanya dimiliki oleh satu atau dua orang terkaya dalam sebuah desa.
Sekira enam tahun yang lalu, saya mendapatkan kado ulang tahun pertama dari seorang wanita yang saya taklukkan hatinya dan juga menaklukkan hati saya. Dia adalah seorang gadis kota dan mengerti banyak tentang tren-tren yang tak pernah saya temui di kampung. Dia lebih dulu tahu apa itu internet, apa itu e-mail, apa itu yahoo messenger. Tapi ia tak tahu apa itu tapeh, on geurusong , apa itu geulungku dan dia juga tidak tahu apa itu paman (karena paman dalam bahasa Aceh disebut apa).
Singkatnya, sejak itulah saya mengerti makna ulang tahun. saya pun jadi paham mengapa dalam sinetron-sinetron yang dulu saya tonton, gadis cantik kerap merajuk manakala ayahanda atau ibundanya lupa memberikan kado atau pun tidak ingat hari ulang tahunnya.
Ternyata ada kebahagiaan tersendiri jika ada satu hari yang istemewa. Hari dimana ucapan selamat, doa dan harapan mengalir deras. Seperti ketika saya membaca ucapan-ucapan di dinding facebook kemarin (11 April 2012). Ucapan-ucapan itu mengukuhkan kembali kesadaran bahwa ternyata saya ada, saya tidak sendiri, saya memiliki teman-teman yang masih mendoakan.
Namun di usia 24 ini, saya memiliki perasaan lain. Persis seperti yang dilukiskan oleh Iwan Fals pada sebuah lagunya yang berjudul Nona, "Kucoba berkaca pada jejak yang ada. Ternyata aku sudah tertinggal bahkan jauh tertinggal". Di usia yang semakin menua ini, saya belum memenuhi tuntutan zaman untuk tahu banyak hal mengenai agama, teknologi, politik, gejala sosial, dan lainnya. Apalagi status saya sebagai mahasiswa yang notabenenya “must know everything about something and know something about everything” (harus mengetahui banyak hal tentang sesuatu dan mengetahui sesuatu dari banyak hal).
Saya seharusnya sudah memiliki kapasitas yang cukup dan mampu bersikap responsif terhadap yang terjadi di sekitar. Misalnya isu yang baru-baru ini menghangat: kenaikan BBM dan Pilkada. Namun alih-alih menawarkan solusi atas permasalahan yang ada, saya malah memilih sikap abai seolah itu bukan bidang saya, bukan masalah saya. Inilah adalah bentuk lain dari kebutaan. Sudah 24 tahun tapi masih ‘buta’. Apa jadinya kalau ada orang kampung datang bertanya, “Putra, apa pendapat kamu tentang kenaikan BBM? Bagaimana menurutmu pilkada itu? Apa yang seharusnya dilakukan pemerintah? Ada berapa model demokrasi? Bagaimana demokrasi dalam Islam? Apa yang paling dibutuhkan bangsa ini? (ck.. ck.. ck.. hanya ada satu kata, galau!)
Selain itu pula, saya cukup tertinggal dengan teman-teman yang hampir setiap detik berpikir dan bekerja hingga melahirkan banyak karya. Beberapa di antaranya aktif memikirkan ide untuk pembuatan film, ada yang semakin rajin dan gigih menulis. Ada yang sudah memenangi even-even di tingkat nasional, ada yang tulisannya sudah mencapai puluhan bahkan mungkin seratusan dan tersebar ke media-media. Sementara saya baru menulis empat opini, satu cerpen dan tiga puisi. Mereka aktif betul. Apalagi seorang teman baru yang luar biasa. Dia aktif sekali menulis kajian kritis dan menuangkan pandangannya terhadap realitas. Melihat mereka, saya semakin sadar bahwa saya bukanlah siapa-siapa.
Di usia 24 ini pula, saya merasa malu karena masih menerima "kiriman" dari ibu saya di kampung. Terkadang terlintas dalam pikiran bahwa ini adalah suatu hal yang tidak wajar. Sudah saatnya hidup mandiri dengan biaya sendiri. Tapi pikiran ini selalu dilindas oleh hal-hal lain yang menggembirakan seperti ber-online ria: dari pagi sampai malam. Bermain facebook, nonton film dan lain-lain. Tahun lalu saya mendapat kesempatan bertemu dengan perwakilan pemuda-pemuda di seluruh Indonesia (kecuali Papua) di Cibubur, Jakarta Timur. Acara tersebut adalah pelatihan ketahanan nasional untuk pemuda (TANNASDA). Ketika berkenalan dengan teman-teman yang ramah dan baik hati itu, saya mendapati bahwa kebanyakan mereka mulai berwirausaha untuk hidup mandiri. Sementara saya?!
Problem lain adalah saya malu karena belum mampu menunaikan salah satu rukun hidup yaitu berhemat. Saya paling malas untuk melakukan PDKT dengan kompor meski hanya sekedar merebus mie instan. Setiap tiba waktu makan, saya lebih memilih membeli nasi di warung. Maka kalau dihitung-hitung pengeluaran saya terbesar setiap bulan adalah untuk membeli nasi dan ngopi. Terkadang berkelebat pula dalam pikiran mengapa saya tidak berhemat saja. Dengan memasak misalnya. Jika ada uang lebih bisa saya manfaatkan untuk membeli buku yang bagus untuk otak dan jiwa saya. Tapi lagi-lagi dan lagi.
Dan yang paling penting di usia 24 ini saya masih sendiri. Kadang saya berpikir saya membutuhkan seorang perempuan yang bisa memotivasi saya untuk berubah dan melakukan hal-hal yang besar dan bermanfaat. Saya percaya pada kekuatan dan aura seorang wanita. Seperti kata orang bijak, "behind a great man there is a great woman", di belakang lelaki hebat ada seorang wanita yang hebat. Saya juga ingin beristirahat sejenak dari mengucapkan kata-kata ini,
Allahu rabbon ilahon qade
Neubuka hate dum aneuk dara
Keu ulon tuan beuditem pike
Bek sabe-sabe dalam keucewa
Haha…. Ya sudahlah. Saya sebenarnya tertarik dengan seorang perempuan muda yang cantik dan islami. Sayangnya, setelah berpikir ulang, saya harus menghabiskan banyak sekali energi untuk mendapatkannya. Dan juga setelah meninjau kembali, lebih baik saya menggunakan energi yang ada untuk melakukan hal-hal yang bisa merubah timah yang ada dalam diri saya supaya menjadi emas. Setelah berubah menjadi emas, saya tinggal memilih saja, perempuan mana kira-kira yang akan beruntung. (hahaa…khayalan tingkat tinggi)
Jadi begitulah saya di usia yang duapuluh empat ini. Ada banyak hal yang harus dirubah. Perubahan bukanlah perubahan hingga sampai pada perubahan. Terimakasih buat teman-teman yang telah mendoakan. Semoga diberikan kesempatan untuk bertemu dengan tahun 2013 diiring dengan segenap -perubahan yang telah terwujud. Amiin. []
0 comments
Posting Komentar