Bulan puasa kemarin saya bertemu dengan seorang lelaki. Dia bertugas sebagai PNS di sebuah instansi di Banda Aceh. Sambil basa-basi pembicaraan kami mengarah pada profesi yang sedang disandangnya. Darinya saya tahu bahwa ramai pegawai yang kekurangan tugas di kantor. Ini karena banyaknya jumlah mereka. Istilahnya overloaded lah. "Coba bayangkan, bagaimana mungkin untuk foto kopi dipakai sepuluh orang" kata kawan saya itu. Akibat dari overloaded ini, banyak dari mereka yang tertarik melakukan pekerjaan lain seperti bergosip ria, bermain facebook atau twitter dengan fasilitas wifi gratis (punya kantor). Kalau sudah bosan, mereka keluar dan duduk-duduk di warung kopi. Makanya tak jarang kita lihat ada orang berpakaian dinas nongkrong di warung kopi pada waktu jam kerja.
Melihat gambaran di atas, profesi PNS memang mengasyikkan. Secara finansial hidup kita terjamin. Setiap bulan tinggal menunggu tanggal untuk menerima gaji. selain itu, pekerjaannya tak melelahkan. Karena inilah mengapa banyak orang berlomba jadi PNS. Apalagi di Aceh, PNS dipandang bergengsi. Banyak orang tua berharap anak atau menantunya seorang pegawai negeri sipil.
Akibatnya ada yang menggunakan cara-cara "lucu" demi menyandang gelar tersebut. Ada yang memanfaatkan calo atau "orang dalam". Ada pula (orang dalam) yang meluluskan saudara sendiri atau orang titipan. Seperti celoteh Iwan Fals "Saudara dipilih bukan dilotre... meski kami tak kenal siapa saudara... kami tak sudi memilih para juara... juara diam, juara ehm... juara haaa ha..." Tapi yang disayangkan adalah ketika yang diluluskan oleh 'orang dalam' itu akan menjalani profesi sebagai guru. Coba bayangkan bagaimana kualitas anak bangsa kelak jika diajarkan oleh orang-orang yang pada dasarnya tak berkapasitas.
Akibatnya ada yang menggunakan cara-cara "lucu" demi menyandang gelar tersebut. Ada yang memanfaatkan calo atau "orang dalam". Ada pula (orang dalam) yang meluluskan saudara sendiri atau orang titipan. Seperti celoteh Iwan Fals "Saudara dipilih bukan dilotre... meski kami tak kenal siapa saudara... kami tak sudi memilih para juara... juara diam, juara ehm... juara haaa ha..." Tapi yang disayangkan adalah ketika yang diluluskan oleh 'orang dalam' itu akan menjalani profesi sebagai guru. Coba bayangkan bagaimana kualitas anak bangsa kelak jika diajarkan oleh orang-orang yang pada dasarnya tak berkapasitas.
Sebagai penutup kawan saya itu menyimpulkan, mungkin solusinya adalah menyeleksi ulang semua pegawai yang ada. Mana yang produktif dan mana yang tidak. Mana pegawai yang kapabel dan mana pegawai kacangan. Selain itu, pemerintah harus selalu memperbaiki pengawasan di setiap masa seleksi. Kita punya banyak ahli: ahli psikologi, ahli manajemen, ahli agama, ahli hukum dan lain-lain. Mengapa tidak memerdayakan mereka dalam perkara ini.
1 comments
Masih ingin jadi PNS ?
Posting Komentar