Jejaring sosial yang mulai bermunculan ketika saya beranjak dewasa (mungkin "beranjak tua" lebih tepat) punya ironi tersendiri. Ada berbagai hal yang lumayan menggelitik. Sebenarnya sudah lama tapi saya baru sadar. Setiap kali log-in saya menelusuri status-status facebook teman. Beberapa di antaranya adalah status bijak yang berisi motivasi. Sementara jenis lain (yang 4L4Y tak masuk) berupa kata-kata relijius yang bisa membangkitkan spiritualitas. Luar biasa mencerahkan.
Sore itu saya duduk di sebuah warung kopi langganan saya. Sambil menyesap kopi, saya membaca semua status yang muncul di timeline. Salah satunya adalah status seorang kenalan. Saya tidak hafal persis bunyi statusnya. Kalau tidak salah saya tentang berusaha. Bahwasanya kalau seseorang berusaha dan mematuhi apa yang diperintahkan oleh Allah maka dia akan menuai hasil yang baik. Nada dalam kalimat-kalimat terasa menyejukkan. Setelah membaca status itu, saya mencuri-curi pandang si kenalan yang duduk berselang beberapa meja. Ia memakai celana pendek di atas lutut. Ketika tiba waktu salat ashar, saya berangkat menunaikan salat di musalla kecil di sudut warung. Ketika kembali ke meja, saya masih melihatnya asik di depan layar laptop sambil sesekali tersenyum sendiri. Dan masih selalu di sana hingga waktu asar melayang dan memasuki magrib. Mungkin seandainya saya membaca status facebook-nya saja dan tak melihat orangnya, melalui imajinasi saya akan menyimpulkan dia seorang yang patuh dan relijius. Kenyataannya jauh panggang dari kucing (dari api kalee...) hehe...
Di lain waktu saya membaca lagi status seorang teman yang lain. Dulu saya lumayan dekat dengannya. Selama bertahun-tahun berteman tentu saya dapat mengetahui bagaimana kepribadian dan perangainya bahkan hingga sekarang. Saya membaca kata-kata motivasi yang diakhiri dengan kata "sukses" pada beberapa statusnya. Kalau saya membaca status facebook saja dan tidak tahu orangnya, saya mungkin akan menyimpulkan bahwa si penulis adalah orang yang punya rencana, strategi dan taktik untuk meraih masa depan. Tapi kenyataannya terbalik 180 derajat.
Hingga menulis tulisan ini saya berpikir bahwa ada begitu banyak hal-hal palsu yang kita temukan di sekeliling kita. Bahkan dari orang yang kita kenal. Untuk mengetahui dan menyimpulkan seseorang tidak cukup dengan status-status yang bermunculan di jejaring sosial. Bisa jadi status-status tersebut ditulis hanya untuk menarik perhatian lawan jenis atau ingin dipandang bijak dan baik alias pencitraan. Saya teringat kutipan menarik seorang pujangga Lebanon, Kahlil Gibran, "Realitas seseorang bukanlah apa yang tampak di hadapanmu tapi apa tidak ia perlihatkan kepadamu. Karena itu jika ingin memahaminya, dengarkan apa yang tak dikatakannya bukan mendengar apa yang dia katakan." []
0 comments
Posting Komentar