-------

Rabu, 05 September 2012

Secuil Hadiah dari Proses

Kata kawan saya, setia pada proses itu jauh lebih sulit dari pada setia pada pacar. Minggu lalu dan minggu sebelumnya dua cerita pendek saya dimuat berturut-turut di Harian Serambi Indonesia. Saya tidak bisa berbohong bahwa saya memang sangat senang. Ini karena kesetiaan saya proses yang ,alhamdulillah, sampai hari ini belum berakhir. Dulu setiap mengirim karya tak pernah dimuat. Tak jarang saya memaki dan mencaci media yang menolak karya saya itu. Karena menurut saya karya saya sudah bagus dan layak muat. Lagi pula, menulis itu tak gampang. Sulit sekali. Saya harus beberapa kali gagal sebelum sebuah tulisan selesai utuh. Kadangkala untuk sebuah cerpen saya harus bergadang sampai pagi. Tapi ketika mengirim, tak pernah pun baik karya atau keringat saya dihargai. Saya bahkan pernah berpikir bahwa media tidak akan pernah memuat karya Putra Hidayatullah kecuali saya ganti nama.



Itu dulu. Tapi, alhamdulillah, setelah berusaha terus menerus tanpa kenal lelah, karya saya mulai dimuat di koran lokal. Kira-kira baru ada empat opini, tiga cerpen dan empat puisi yang sudah bertengger. Kalau saya bandingkan teman-teman lain yang sudah lebih dulu mendalami dunia kepenulisan, saya memang jauh tertinggal. Mereka ada yang sudah mencapai seratus lebih. Mungkin saja sudah mulai bosan melihat nama mereka sendiri yang selalu terpampang di sana. Tapi itulah, saya masih berproses. Banyak keringat yang harus saya keluarkan lagi. Harus lebih fokus dan siap bekerja di atas rata-rata. Memang lumayan melelahkan. Tapi tak bisa dilukiskan dengan kata-kata senangnya ketika melihat karya kita terpampang di koran dan dibaca oleh orang ramai. Lebih bahagia lagi seandainya saya bisa mentransfer pesan-pesan positif melalui tulisan. Baik tulisan sastra atau ilmiah populer. Saya teringat pesan dari salah seorang seniman dan sastrawan, W.S Rendra, "Apakah artinya kesenian bila terpisah dari derita lingkungan, apakah artinya berpikir bila terpisah dari masalah kehidupan"

Dan mengenai tulisan saya yang dulu saya kirim, ketika membacanya kembali saya tertawa. Mungkin seandainya saya yang menjadi redaktur, saya juga tidak akan memuatnya. Bagaimana mungkin memuat tulisan picisan yang secara langsung  sudah bisa ditebak, jauh dari selera pembaca. Jadi begitulah. Benar kata orang, tidak selamanya yang kita pikirkan itu benar. Dulu saya menganggap karya saya sudah cukup bagus bahkan sempurna. Tapi yang jelas proses dan (yang paling penting) setia pada proses jelas telah memberikan saya sesuatu. Ada perbedaan yang saya rasakan khusus ketika menulis cerita. Saya bisa merasa writer's block dalam diri saya mulai sedikit terpecahkan sehingga kata-kata bisa keluar melalui celahnya.

Karena itu saya tidak boleh berhenti. Masih ada banyak hal yang perlu ditulis dan banyak orang perlu dihibur dan dicerahkan. Pula banyak permasalahan-permasalahan yang belum terselesaikan. Karena itu, sebelum mampu memberikan sesuatu untuk orang lain saya harus mencari bekal yang lebih banyak lagi supaya kelak saya bisa mendermakan intelektualitas, karya dan hal-hal positif kepada orang banyak. Saya memang belum berkeinginan untuk puas. Kalau bisa, saya berharap supaya terus menerus "haus". Dalam artian tak pernah berhenti menulis. Meski saya yakin kelak akan ada  masa-masa yang berisi godaan untuk berhenti. Saya akan mencoba patuh pada petuah Steve Jobs, "Stay hungry, stay foolish"


Tapi di antara itu semua, ada bagian lain yang lebih penting; yaitu penyakit yang melanda hati. Saya yakin tak hanya saya, tapi nyaris semua orang yang berhasil mengirim dan melihat karya mereka terpampang di media sesekali akan merasa diri spesial sampai merasa diri paling hebat. Mereka menikmati kebanggaan yang manis seperti madu itu. Tapi sejujurnya inilah yang juga menjadi ujian bagi saya. Saya tak ingin besar kepala apalagi merasa diri hebat hanya karena tulisan sudah dimuat dan nama saya tak asing di mata pembaca koran. Inilah yang sedang saya lawan sedikit demi sedikit. Harapan saya, saya bisa menjadi orang lebih rendah hati. Kata Kahlil Gibran, "Siapa yang merendahkan hatinya akan diagungkan sementara orang yang mengagungkan dirinya akan diinjak-injak."

Oya, kalau mau membaca kedua cerpen saya itu, silakan klik di sini dan di sini. Memang belum sempurna, tapi yang penting sudah mencoba. Maklum saja masih belajar. hehe...

Demikianlah posting saya hari ini. Semoga bermanfaat terutama bagi saya sendiri dan juga anda. Terimakasih sudah mau berkunjung.

0 comments

Posting Komentar